Senin, 15 Oktober 2012

Ringkasan buku tarbiyah dzatiyah : Abdullah bin Abdul Aziz Al-Aidan

Bab I. Defenisi Tarbiyah Dzatiyah

Tarbiyah dzatiyah adalah sejumlah sarana tarbiyah (pembinaan), yang diberikan orang Muslim, atau Muslimah, kepada dirinya, untuk membentuk kepribadian islami yang sempurna di seluruh sisinya; ilmiah, iman, akhlak, sosial, dan lain sebagainya, dan naik tinggi ke tingakatan kesempurnaan sebagai manusia. Atau dengan kata lain, tarbiyah dzatiyah adalah tarbiyah seseorang terhadap diri sendiri dengan dirinya sendiri. Dengan defenisi seperti itu, tarbiyah dzatiyah setara dengan tarbiyah jama’iyah (kolektif) atau forum-forum umum yang dikerjakan seseorang, atau ia geluti bersama orang lain, atau ia ter-tarbiyah (terbina) di dalamnya bersama mereka.

Bab II. Urgensi Tarbiyah Dzatiyah

1. Menjaga diri mesti didulukan daripada menjaga orang lain
Tarbiyah seorang muslim terhadap dirinya tidak lain adalah upaya melindunginya dari siksa Allah ta’ala dan neraka-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim : 6)
2. Jika anda tidak men-tarbiyah (membina) diri anda, maka siapa yang men-tarbiyah anda?
Siapa yang men-tarbiyah seseorang saat ia berusia lima belas tahun, atau dua puluh tahun, atau tiga puluh tahun, atau lebih? Jika ia tidak men-tarbiyah diri sendiri, ia kehilangan waktu-waktu ketaatan dan moment-moment kebaikan.
3. Hisab kelak bersifat individual
Hisab pada hari kiamat oleh Allah ta’ala kepada hamba-hambaNya bersifat individual, bukan bersifat kolektif.
“Dan setiap mereka datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri” (QS. Maryam : 95)
4. Tarbiyah dzatiyah itu lebih mampu mengadakan perubahan
Setiap orang pasti punya aib, atau kekurangan, atau melakukan kelalaian dan maksiat, baik maksiat kecil atau dosa. Jika masalahnya seperti itu, ia perlu memperbaiki seluruh sisi negatif pada dirinya sejak awal, sebelum sisi negatif tersebut membengkak. Dan seseorang tidak dapat meluruskan kesalahan-kesalahannya, atau memperbaiki aib-aibnya, dengan sempurna dan permanen, jika ia tidak melakukan upaya perbaikan ini, dengan tarbiyah dzatiyah, karena ia lebih tahu diri sendiri dan rahasianya.
5. Tarbiyah dzatiyah adalah sarana tsabat (tegar) dan istiqomah
6. Sarana dakwah yang paling kuat
Cara yang paling efektif untuk mendakwahi orang lain dan mendapatkan respon mereka ialah dengan menjadi qudwah (panutan) yang baik dan teladan istimewa, di aspek iman, ilmu, dan akhlaknya. Qudwah tinggi dan pengaruh kuat tersebut tidak dapat dibentuk oleh sekian khutbah dan ceramah saja. Namun, dibentuk oleh tarbiyah dzatiyah yang benar.
7. Cara yang benar dalam memperbaiki realitas yang ada
Bagaimana kiat memperbaiki realitas pahit yang dialami umat kita sekarang? Dengan ringkas, langkah tersebut dimulai dengan tarbiyah dzatiyah, yang dilakukan setiap orang dengan dirinya, dengan maksimal, syumul (universal), dan seimbang. Sebab, jika setiap individu baik, baik pula keluarga, lalu masyarakat menjadi baik. Begitulah, akhirnya pada akhirnya realitas umat menjadi baik secara total, sedikit demi sedikit
8. Karena keistimewaan tarbiyah dzatiyah
Urgensi tarbiyah dzatiyah lainnya ialah mudah diaplikasikan, sarana-sarananya banyak, dan ada terus pada orang muslim di setiap waktu, kondisi, dan tempat.

Bab III. Ketidakpedulian Kepada Tarbiyah Dzatiyah

1. Minimnya ilmu
2. Ketidakjelasan sasaran dan tujuan
Orang yang merasa tujuannya dalam hidup ini tidak jelas berjalan bersama manusia di mana saja mereka berjalan. Maka tidak mengherankan, kalau ia begitu lengket dengan seluruh sarana kehidupan yang semuanya dijadikan tujuan utama kehidupan sehingga ia tidak peduli dengan tarbiyah dirinya, pembersihan, perbaikan, dan pengarahan dirinya.
3. Lengket dengan dunia
4. Pemahaman yang salah tentang tarbiyah
Ia berpendapat tarbiyah dzatiyah membuat dirinya terputus dari kehidupan dan manusia, serta terisolir dari mereka. Atau menyita sedkit waktu dan tenaganya. Atau merasa tidak membutuhkan tarbiyah dzatiyah karena telah menunaikan kewajiban agamanya yang paling penting sehingga tidak perlu lagi mengerjakan ibadah-ibadah lain yang tidak wajib.
5. Minimnya basis tarbiyah
6. Langkanya murobbi (pembina)
Seseorang dalam hidupnya sangat membutuhkan taujih (pengarahan), tarbiyah, dan pengajaran, sejak masa kecilnya hingga ia dewasa dan tua, serta hingga ia meninggal dunia.
7. Perasaan akan panjangnya angan-angan
Merasa bahwa umur masih panjang, dan masih banyak waktu yang tersedia untuk melakukan tarbiyah diri pada waktu yang tidak sibuk lagi sehingga menyebabkan ketidakpedulian akan tarbiyah dzatiyah

Bab IV. Sarana-Sarana Tarbiyah Dzatiyah

1. Muhasabah
Melakukan muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya atas kebaikan dan keburukan yang telah ia kerjakan, meneliti kebaikan dan keburukan yang ia miliki, agar ia tidak terperanjat kaget dengan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya pada hari kiamat.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al-Hasyr : 18)
Dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda : “Orang cerdas (berakal) ialah orang yang menghisab dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan, orang yang lemah ialah orang yang mengikutkan dirinya kepada hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (At-Tirmidzi)
Panduan muhasabah :
a. Urgensi muhasabah secara rutin
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan salah satu kiat muhasabah, “Hal yang paling bermanfaat bagi orang ialah ia duduk sesaat ketika hendak tidur. Ia lakukan muhasabah terhadap dirinya pada saat tersebut atas kerugian dan keuntungannya pada hari itu. Lalu, ia memperbaharui taubatnya dengan nasuhah kepada Allah, lantas tidur dalam keadaan bertaubat dan bertekad tidak mengerjakan dosa yang sama jika ia telah bangun. Itu ia kerjakan setiap malam. Jika ia meninggal pada malam tersebut, ia meninggal dalam keadaan taubat. Jika ia bangun, ia bangun dalam keadaan siap beramal, senang ajalnya ditunda, dan siap mengerjakan perbuatan-perbuatan yang belum ia kerjakan.”
b. Skala prioritas yang penting
• Memuhasabahi kesehatan akidahnya, kebersihan tauhidnya dari syirik kecil dan tersembunyi.
• Memuhasabahi pelaksanaan kewajiban-kewajiban, shalat lima waktu, berbakti kepada orang tua, menyambung hubungan kekerabatan, amar ma’ruf nahi munkar.
• Memuhasabahi sejauh mana dirinya menjauhi hal-hal yang haram dan kemungkaran-kemungkaran.
• Memuhasabahi sejauh mana melakukan ibadah-ibadah sunnah dan ketaatan lainnya
c. Jenis-jenis muhasabah
1. Muhasabah diri sebelum berbuat
2. Muhasabah diri setelah berbuat
• Muhasabah diri atas ketaatan kepada Allah yang telah ia lalaikan
• Muhasabah diri atas perbuatan yang lebih baik tidak ia kerjakan daripada ia kerjakan
• Muhasabah atas hal-hal mubah dan wajar
d. Muhasabah atas waktu
Muhasabah diri tentang alokasi waktunya, yang merupakan usia dan modalnya. Apa ia telah gunakan waktunya dalam kebaikan, amal shalih, dan hal-hal bermanfaat bagi orang lain? Atau sebaliknya?
e. Ingat hisab besar
Allah akan menghisab hamba-hambaNya pada hari kiamat, dengan hisab yang cermat, dan bertanya pada mereka tentang apa saja yang telah mereka kerjakan, perbuatan baik atau perbuatan buruk.
2. Taubat dari segala dosa
Panduan :
a. Hakikat dosa
Dosa pada hakikatnya adalah tidak mengerjakan kewajiban-kewajiban syar’i, atau melalaikannya, dalam bentuk tidak mengerjakannya dengan semestinya.
b. Syarat-syarat taubat
Taubat nasuhah (hakiki) ialah taubat jujur dan serius, yang menghapus kesalahan-kesalahan sebelumnya dan melindungi pelakunya dari dosa-dosa sebelumnya.
c. Semua dosa itu kesalahan
d. Hukuman di dunia
Dosa, yang pelakunya tidak bertaubat darinya, punya hukuman segera di dunia, sebelum di akhirat, kendati kadang kejadiannya agak tertunda. Dari sinilah, kecerdasan akal orang muslim ketika ia banyak bertaubat dan beristighfar di setiap waktu dan kondisi, dengan harapan Allah mengampuninya di dunia dan tidak menghukumnya di akhirat
e. Di antara trik jiwa kita
Makar setan terhadap manusia dan perjuangannya mati-matian untuk menipu manusia dengan segala cara menyebabkan manusia menunda-nunda taubat dan kembali kepada Allah, dengan banyak argumentasi.
3. Mencari ilmu dan memperluas wawasan
Caranya sangat banyak, antara lain menghadiri pertemuan-pertemuan yang mengkaji ilmu ilmiah dan tarbiyah, membaca buku, mengunjungi ulama, pemikir, peneliti, mendengar kaset ilmiah dan ceramah, dan lain sebagainya.
Yang perlu diperhatikan dalam mencari ilmu antara lain, ikhlas dalam mencari ilmu, rajin dan meningkatkan pengetahuan, menerapkan ilmu yang didapatkan, dan tunaikan hak ilmu dengan berdakwah kepada orang lain.
4. Mengerjakan amalan-amalan iman
Antara lain :
• Mengerjakan ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin
• Meningkatkan porsi ibadah-ibadah sunnah
• Peduli dengan ibadah dzikir seperti membaca al-qu’ran dan berdzikir
Hal-hal penting antara lain :
• Urgensi shalat lima waktu, muslim hendaknya tetap konsisten mengerjakan shalat lima waktu dan serius menunaikannya secara berjama’ah di masjid, sesuai dengan rukun-rukun, kewajiban, dan sunnahnya pada waktunya sembari menjauhi kesalahan yang biasa dilakukan.
• Antara ibadah dan adat istiadat, menjadikan ibadah tidak sekedar rutinitas fisik tanpa ruh, hendaknya dilaksanakan dengan sepenuh hati dan jiwa kita
• Ilmu pengetahuan tidak cukup, ilmu saja tidak cukup jika tidak ditunaikan dalam amal perbuatan
• Kita tidak lupa dzikir kepada Allah
• Memanfaatkan sebaik mungkin saat-saat rajin
• Memanfaatkan sebaik mungkin waktu-waktu dan tempat-tempat mulia
• Urgensi tawazun (seimbang), melakukan ibadah dengan seimbang, tidak menelantarkan ibadah yang satu hanya karena melakukan ibadah yang lain
5. Memperhatikan aspek akhlak (moral)
Tarbiyah dzatiyah dalam aspek moral antara lain :
• Sabar
• Membersihkan hati dari akhlak tercela
• Meningkatkan kualitas akhlak
• Bergaul dengan orang-orang yang berakhlak mulia
• Memperhatikan etika-etika umum
6. Terlibat dalam aktivitas dakwah
• Merasakan kewajiban dakwah
“Katakan, ‘Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang nyata’.” (QS. Yusuf : 108)
• Menggunakan setiap kesempatan untuk berdakwah
• Terus-menerus dan tidak berhenti di tengah jalan
• Pintu-pintu dakwah itu banyak, cara berdakwah itu tidak hanya berceramah saja, melainkan senyum, perkataan yang baik, dan lain sebagainya itu merupakan dakwah
• Kerjasama dengan pihak lain atau dengan kata lain beramal jama’i’
7. Mujahadah (jihad/bersungguh-sungguh)
• Sabar adalah bekal mujahadah
• Sumber keinginan, mujahadah dan keinginan datang dari jiwa, ketekunan, dan membayar harganya sesuai dengan semestinya
• Bertahap dalam melakukan mujahadah
• Jadilah anda orang yang tidak lalai
• Siapa yang mengambil manfaat dari mujahadah?, anda adalah pihak pertama dan terakhir yang mengambil manfaat jika bermujahadah
8. Berdoa dengan jujur kepada Allah
Doa adalah permintaan seorang hamba kepada Allah, pengakuan ketidakberdayaan dan kemiskinan dirinya, pernyataan tidak punya daya dan kekuatan, serta penegasan tentang daya, kekuatan, kodrat, dan nikmat Allah
Rasulullah saw bersabda : “Iman pasti lusuh di hati salah seorang dari kalian, sebagaimana pakaian itu lusuh. Karena itu, mintalah Allah memperbaharui iman di hati kalian.” (diriwayatkan Ath-Thabrani dan sanadnya hasan)
Arahan-arahan dalam doa :
• Kebutuhan kita kepada doa
• Waktu-waktu dan tempat-tempat terkabulnya doa
• Syarat-syarat doa antara lain, makan makanan yang halal, minta dengan sungguh-sungguh, menampakkan kelemahan dan kepasrahan kepada Allah, menghadirkan hati, bertaubat dari dosa, cinta dan takut kepadaNya
• Jangan minta doa dikabulkan dengan segera
• Bermanfaatlah untuk anda dan orang lain

Bab V. Buah Tarbiyah Dzatiyah

1. Mendapatkan keridhaan Allah dan surgaNya
2. Kebahagiaan dan ketentraman
3. Dicintai dan diterima Allah
4. Sukses
5. Terjaga dari keburukan dan hal-hal tidak mengenakkan
6. Keberkahan waktu dan harta
7. Sabar atas penderitaan dan semua kondisi
8. Jiwa merasa aman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar